Selasa, 03 September 2019

Perempuan Suci Dambaan Dunia dan Surga

Sumber gambar: http://www.joystudiodesign.com/font/font-bunga-images.html

Mungkin sekilas judul di atas terlalu melampau. Namun, jika ia ditujukan untuk perempuan yang akan menemani perjalanan kita kali ini, saya kira ia sangat tak berlebihan.  Kita akan menelusuri kembali segala memori tentang perempuan dambaan dunia dan surga ini. Sudah pas rasanya kalau saya menyebutnya demikian. Karena, tentu saja kita sama-sama mafhum segala kelebihannya sebagai perempuan. Ia istimewa di mata penduduk bumi sekaligus penduduk langit. Ia perempuan yang kaya, terhormat, dan rupa menawan.
Baiklah mari kita cari tahu siapa perempuan yang saya maksudkan di atas. Ada banyak sahabiyah yang menjadi inspirasi saya, namun di antara yang paling membekas ada sosok Khadijah di urutan pertama. Ya, serba pertama dalam hal kebaikan. Istri pertama Rasulullah, sekaligus perempuan pertama yang mengikrarkan kalimat agung sepanjang zaman. Kalimat yang ditakuti oleh kafir Quraisy kala itu, namun dicintai oleh Allah ﷻ.  
Kenangan penuh hikmah tentang sosoknya menari-nari di ingatan, lalu berhenti pada serpihan kecilnya yang berpendar indah. Layaknya mutiara yang berkilauan. Kenangan itu tepat saat beliau menghembuskan napas terakhir. Kesedihan yang teramat dalam menyelimuti suami tercintanya, Rasulullah ﷺ. Istri yang selalu menjadi yang pertama mendukung beliau, baik dari segi moril maupun materil. Ketika Rasulullah dicemooh, difitnah, hingga dihinakan oleh kafir Quraisy, ada beliau yang menenangkan. Menyejukkan segala yang ada pada dirinya ketika dipandang, sebab terpancar dari akhlaknya. Pikirannya yang cerdas melahirkan banyak ide yang cemerlang untuk kemajuan dakwah. Menyoal harta, tak perlu diragukan seberapa besarnya yang ia keluarkan di jalan Allah ﷻ.  
Belum juga reda kesedihan rasulullah atas kematian pamannya, Abu Thalib. Tidak berselang lama Istrinya pun harus terhenti tarikan napasnya. Dua orang yang selalu ada mendukung langkah Rasulullah ﷺ, di tahun yang sama beliau kehilangan keduanya. Malam masih sangat pekat, penerangan padam, bintang-bintang pun tertutup awan, hanya bulan yang malu-malu menampakkan wajahnya. Mungkin begitulah perumpamaan kesedihan yang dirasakan Rasulullah, bertubi-tubi menghampirinya. Karena dukanya yang terapat pedih itu, hingga orang-orang menyebutnya tahun kesedihan. Bukan hanya Rasulullah ﷺ yang dirundung duka, tapi semua umat Rasulullah ﷺ, tentu saja termasuk yang mengetik dan membaca kisah ini.
Khadijah r.a, Istri yang selalu di sebut-sebut kelebihannya meski telah lama tiada. Segala keteladanan sebagai muslimah ada padanya. Tidak hanya sebagai perempuan,  istri dan ibu, tapi juga sebagai penggerak kemajuan dakwah Islam. Mengenang segala keteladanannya untuk dicontoh rasanya tidak akan cukup hanya dengan ratusan kata ini. Sebab, hidupnya telah dipenuhi segala hal yang patut diteladani. Saya terhenti mengenang kematiannya, sebab tersentak malu pada sosok Khadijah r.a. Pelan-pelan bertanya pada diri, benarkah saya mengidolakan beliau. Lantas segala kebaikannya belum juga memenuhi hari-hari ini. Jangan-jangan ketika meninggal nanti saya hanya menyisakan luka di hati banyak orang tersebab keburukan akhlak saya selama ini.  Mungkin dari lisan yang sulit ditarik lagi panah beracunnya setelah lepas dari busur. Atau mungkin saja sikap ini pernah membuat orang-orang di sekeliling enggan berlama bersama dengan kita. Pun apakah bekal saya telah cukup untuk sampai ke kampung halaman. Rasanya masih belum ada apa-apanya. Adapun beliau, tutur lisan dan sikapnya sungguh membuat iri para bidadari.
Seperti yang sebutkan di atas, lembaran ini tidak cukup untuk menuliskan segala keteladanan tentang sosok Khadijah r.a. Karena itu, semoga di lain waktu kita bisa berbincang lebih lama lagi, entah secara langsung atau melalui lembaran yang lebih tebal dari ini, bernama buku.   


Maros, 4 September 2019

Marwah Thalib

Minggu, 09 September 2018

Catatan Hati Seorang Gadis



Saat pertama kali baca judulnya, saya pikir buku ini akan bercerita tentang curhatan seorang gadis ala anak ABG labil. Saya kira buku ini akan banyak membahas tentang perasaan “cinta-cintaan” yang alay. Awalnya saya tidak tertarik membacanya. Namun, tidak ada salahnya dibaca mumpung bisa membaca buku gratis kan, karya Asma Nadia pula.

Dan, saat membaca kisah-kisah di dalamnya perasaan saya jadi berkecamuk. Kadang mata terbelalak tak percaya, sesekali menarik nafas panjang, istigfar, bahkan beberapa kali air mata ini menetes atau sesekali mengucap syukur.

Hampir-hampir saya tak percaya bahwa kisahnya nyata, benar-benar terjadi. Terutama saat membaca curhatan perempuan yang memberikan keperawanannya kepada lelaki yang bukan suaminya. Ya, kisah tentang ini sebenarnya sudah jadi rahasia umum. Tapi, hingga hari ini setiap kali mendengar atau membaca saya masih tidak mampu membayangkan semudah itukah seorang perempuan memberikan keperawannya. Ada yang memberikan karena menganggap terlalu cinta, takut ditinggalkan. Pun ada yang dibujuk-bujuk lalu merelakan. Atau yang dijebak oleh pacarnya. Bahkan ada yang menawarkan sendiri, merayu pacarnya dengan harapan si lelaki mau tidak mau pasti akhirnya menikahi. Namun kenyataannya setelah itu tak juga dinikahi bahkan dicampakkan. Jika begitu sakit apa lagi yang tidak ia rasakan. Kesucian direnggut, ditinggalkan pula.

Buku ini recommended bagi kalian yang ingin tahu kisah ‘percintaan’ yang dibalut dengan istilah pacaran. Atau yang sempat berniat mengakhiri kesendiriannya dengan menerima seseorang menjadi pacarnya. Pun bagi yang pernah merasa iri dengan mereka yang bisa dengan mudahnya mendapatkan pacar. Silahkan dibaca, bukankah pengalaman itu adalah guru yang paling bijak. Dan, untuk kasus ini tak perlu menunggu kisah kita untuk mengambil pelajaran. Cukuplah pengalaman orang lain yang kita resapi, lau mengambil hikmah di dalamnya.

Maros, 9 September 2018

Jumat, 29 Juni 2018

Mengontrol Rasa Tersinggung


Sedikit-sedikit tersinggung itu tidak selalu bermakna negatif. Justru, malah berbahaya kalau kita tak pernah tersinggung. Misal kita dengar nasihat tentang bahaya pacaran, minum khamr atau berbohong misalnya. Begitupun  dengan larangan berhukum selain hukum Allah, riba, atau bergandengan tangan dengan pembantai kaum muslim. Lalu kita ini punya pacar, masih susah meninggalkan hamr, masih ragu dengan hukum Allah (syariah islam) atau masih terjerat riba atau kadang-kadang masih suka berbohong. Tapi kita tidak tersinggung. Bahaya, jangan-jangan itu salah satu alamat kalau hati kita sedang beku.

Di dunia ini banyak hal yang bisa memancing orang lain tersinggung. Termasuk dari postingan kita. Terutama saat kita memosting tentang pesan-pesan kebaikan. Ada yang merasa seakan-akan pesan itu khusus ditujukan untuk dia saja. Padahal bisa jadi memang itu pas dengan masalahnya, tapi itu bukan khusus untuk dia.

Misalnya, seorang ustadz menyampaikan pesan kebaikan tentang dosa pacaran di khalayak ramai. Atau bhakan dia posting di medsos. Lalu teman atau keluarganya membaca, dia tersinggung karena dia punya pacar. Apakah teman atau keluargnya itu marah. Bisa jadi marah, tapi bisa juga dia memilih untuk tidak marah. Dia berpikir bahwa yang pacaran itu bukan hanya ‘saya’, di luar sana juga bnyak. Dan lebih bijaknya lagi, dia bisa saja menjadi sadar dengan postingan itu. Atau saat si ustadz posting atau memasukkan konten bahaya berburuk sangka dalam ceramahnya. Lalu saat itu bisa jadi istrinya sedang berburuk sangka dengan si ustad ini. Si istri bisa saja marah, tapi marah untuk apa. Allah melarang berburuk sangka bukan khusus untuk kita saja. Contoh lain, dan ini mungkin paling sering muncul. Paling sering membuat tersinggung atau salah paham saat postingan itu keluar dari seseorang dari latar belakang harokah yang berbeda. Dan ini paling bahaya, karena ukhuwwah itu bisa rusak.

Medsos hadir bukan tahun ini sja, sudah bertahun-tahun. Ayolah mari kita bijak menaggapi setiap postigan teman, kolega, saudara, atau bahkan orang yang menganggap kita musuh sekalipun. Kalaupun postingannya pas dengan masalah kita, bijaklah menyikapinya. Ambil baiknya buang buruknya. Yang perlu kita pahami, yang diseru berdakwah itu bukan hanya untuk pak ustadz, sasaran dakwah itu tidak melulu hanya kita. Dan wasilahnya tidak harus di atas mimbar. Maya dan nyata adalah lahan kita berdakwah.

Tersinggung boleh, bahkan harus dihadirkan. Justru berbahaya kalau perasaan itu tak pernah muncul. Tapi, cara kita menyikapinya itu yang harus dikontrol. Apakah ketersinggungan kita itu jadi bahan untuk menyalahkan mereka yang posting kebaikan. Ataukah ketersinggungan menjadi jalan untuk introspeksi diri. Termasuk dengan postingan saya kali ini, bisa jadi memancing yang membaca tersinggung. Saya hanya bisa meminta maaf, karena saya tak bisa mengontrol pikiran-pikiran pembaca. Meski saya sudah berusaha menggunkan kata-kata yang bisa diterima oleh siapapun. Namun, sangat mungkin masih ada yang menangkap berbeda dari apa yang ingin tersampaikan.

Kalau saya ingin menyalahkan siapa saja yang telah membuat saya tersinggung. Banyak sekali, tak terhitung. Guru, teman, sahabat, keluarga, pemerintah, ulama, rekan kerja, bahkan di medsos-medsos saya sering sekali tersinggung. Bahkan saya sering berselancar di mbah google hanya untuk ‘menyinggung diri saya sendiri’ saat kebaikan itu susah sekali untuk diterima. Dan saya justru bersyukur karena hal itulah yang membuka jalan-jalan hidayah ke diri saya. Rasa syukur itu banyak, tak bisa saya sebutkan satu persatu. Selama dia tak menyebutkan khusus nama kita, kenapa kita harus marah. Toh yang mendengar atau membaca bukan hanya kita. Justru mungkin itulah cara dia menjaga perasaan kita dengan tidak menyebutkan khusus nama kita di postingan atau ucapannya, karena bisa jadi postingan itu memang bukan khusus untuk kita. Bisa jadi untuk dirinya sendiri, dan dia ingin kitapun yang membaca menjadikan perkataan atau postingan itu sebagai jalan untuk introspeksi diri, bukan untuk menghakimi orang lain. 

Solusinya, yang posting perbaiki niat, kita ingin dakwah atau mau menunjukkan tingginya ilmu kita. Kemudian gunakan kata-kata yang ma’ruf. Bagi yang baca pun perbaiki niat, kita cari kebenaran atau pembenaran. Kalau kita cari kebenaran, mau kata-katanya tidak ma’ruf pun akan tetap diterima. Bukankah pesan kebanaran itu bisa keluar dari mulut siapa saja. Entah itu anak kecil, murid, bahkan dari ‘lawan’ sekalipun.

Wallahu a’lam bish- shawab, Allah yang maha tahu tentang kebenaran, tentang apa yang nampak dan tersembunyi di hati hambanya.


Maros, Jum'at 29 Juni 2019

Minggu, 24 Desember 2017

Banjir Racun Eljibiti

Sumber gambar: Republika.co.id

Saya ingin menceritakan tentang peristiwa banjir beberapa waktu yang lalu di kediaman kami. Saat itu hujan begitu deras dari sebelum-sebelumnya. Akibatnya air masuk ke rumah kami. Padahal kami sudah membuat tanggul setinggi kurang lebih 30 cm. Kami pikir, dengan tanggul setinggi itu sudah bisa menghalangi masuknya air ke rumah kami. Namun nyatanya air masih saja masuk. Memang air yang masuk tidak lagi air keruh dan bau. Melainkan air dari tanah yang meresap ke celah-celah kecil tegel rumah kami yang tidak terlalu bau.
Sementara di rumah tetangga-tetangga kami yang tidak memiliki tanggul, tentu air yang masuk ke rumah mereka adalah air hujan yang sudah bercampur dengan air comberan. Sangat bau pastinya. Karena tahun lalu kami merasakannya. Saat itu kami belum membuat tanggul. Meskipun sudah dibersihkan, baunya masih tercium. 
Banjir akan terus menghantui jika sistemnya tak diperbaiki. Sistem teknis dan non teknis. Teknis misalnya sistem drainase dan non teknis misalnya ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan. Karena setiap sistem teknis dipengaruhi oleh sistem non teknisnya. Maka yang mampu memperbaiki sistem-sistem itu adalah pemerintah.
Setiap keluarga, mungkin saja bisa membersihkan got depan rumah masing-masing. Tapi jika got besar di pinggir jalan tak dibersihkan maka sama saja. Got di pinggir jalan bersih, jika sungai semakin dangkal. Maka persoalan belum selesai. Meskipun sungai bersih serta dalam, namun jika tak ada aturan dalam penataan kota serta gedung-gendung bertingkat maka masalahnya masih juga belum selesai. Pun kemiskinan terus meningkat sehingga memaksa rakyat untuk menempati bantaran sungai. Maka, masalahnya tak akan selesai. Mereka digusur, malah muncul masalah baru. Mereka mau tinggal dan cari penghidupan di mana. Diberikan tempat tinggal, belum tentu daerah itu layak untuk tempat tinggal dan mencari penghidupan. Karena itu untuk mengatasi banjir bukan hanya masalah tumpukan sampah di got depan rumah masing-masing. Lebih luas dari itu, banjir adalah masalah sistemik.
Menyoal peristiwa banjir, saya jadi kepikiran tentang keluarga-keluarga kaum muslim. Mereka digempur oleh paham-paham rusak. Seperti liberalisme, sekulerisme, hodonisme, termasuk LGBT yang tengah marak hari ini. Keluarga-keluarga kaum muslim berusaha membangun tanggul di rumah mereka masing-masing untuk menjaga agar pemahaman-pemahaman rusak itu tidak masuk ke rumah mereka. Tanggul itu berupa pendidikan agama yang diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya.
Tanggul ini mungkin bisa sedikit membantu menjaga keluarga muslim dari banjir paham-paham rusak. Namun, karena arusnya yang terlalu deras. Paham itu memaksa mencari cara agar tetap bisa masuk. Maka celah-celah kecil yang ditemuipun dilewati. Sama halnya pada kasus banjir yang saya ceritakan di atas. Tak bisa lewat depan, maka celah-celah tegelpun jadi jalan. Tak bisa terang-terangan masuk, melalui tontonan TV dan internet pun disusupi.
Di dalam rumah aman karena pondasi agama yang turun temurun diajarkan oleh nenek moyang kita sudah tinggi ditambah tanggul pendidikan agama dari orangtua. Tapi, saat keluar rumah banjir paham rusak masih terus menghantui. Entah itu dari lingkungan sekolah, teman nongkrong bahkan di tempat-tempat umum. Baik secara terstruktur maupun efek dari yang sudah terstruktur tadi. Dan hal ini akan terus kita temui selama sistem yang mengatur tentang paham-paham ini masih sama. Selama kapitais-demokrasi masih setia kita gunakan, selama itu pula banjir paham-paham rusak terus membuat keluarga was-was.
Sekali lagi, paham LGBT dan sejenisnya bukan hanya PR keluarga-keluarga kaum muslim. Namun, PR bagi kita semua termasuk yang paling pokok adalah Negara dengan sistem dan penerapannya yang baik. Selama ini kita sudah sering berganti orang untuk menerapkan sistem kapitalis-demokrasi tapi hasilnya tetap sama, timbul pertanyaan jangan-jangan memang bukan hanya orangnya yang harus diganti tetapi juga sistemnya. Maka sebagai muslim, ada tawaran yang paling menjanjikan yaitu sistem Islam. Selain secara konsep sangat baik, sejarahpun membuktikan keampuhannya menjaga keluarga-keluarga dari paham yang rusak. Bukan hanya baik bagi keluarga-keluarga muslim, namun baik pula bagi keluarga-keluarga non muslim. Jika penasaran, silahkan baca kembali sejarah di saat sistem islam yang diterapkan. Mulai dari masa Rasulullah hingga kehilafahan Utsmani di abad sembilan belas. Hanya sangat disarankan untuk membaca sejarah dari sumber yang terpercaya, datanya kuat dan bisa dipertanggungjawabkan keasliannya.

Maros, 24 Desember 2017
06: 44 am

Selasa, 12 Desember 2017

Jodoh Dan Maut

sumber gambar: https://www.twsflorist.co.id
Momen pernikahan teman atau keluarga jadi saat-saat sensitif bagi para jomblo. Bagaiman tidak sensitif pertanyaan kapan nyusul sering mendarat ketelinga mereka (termasuk yang menulis ^_^) . Kalau saya sih responnya biasa saja, palingan dijawab doakan saja sambil menyungging senyum.
Bagi kedua mempelai tentu momen ini menjadi salah satu momen paling membahagiakan dalam hidupnya. Bahagia karena telah menemukan pasangan yang menjadi teman perjuangan. Berjuang dalam mengarungi lautan kehidupan yang dipenuhi fitnah. Bahagia karena telah menggenapkan separuh agamanya. Bahagia karena telah menjalankan sunnah Rasul yang insyaAllah membuka banyak kesempatan untuk meraup limpahan pahala.
Jodoh dan maut. Kita tidak tau yang mana lebih dulu menyapa. Siapa yang lebih dulu menghampiri. Atau bahkan bisa jadi mereka datangnya bersamaan. Sebagaimana berita yang sempat viral dari tanah Makassar beberapa waktu lalu. Jodoh dan maut itu pasti, kapan datangnya itu yang misteri.
Mungkin saja kita bisa menetapkan tanggal pernikahan. Tapi kematian, siapa yang berani merencanakan. Siapa yang berani menyebar undangan kematian kita, siapa yang berani mentukan tanggal baik untuk mengucapkan ‘akad’ kematian dengan malaikat maut. Tak ada yang berani, pun untuk sekedar memikirkanya saja sudah sangat menyeramkan.
Karena tak ada yang tau datangnya ajal, maka mempersiapakan amal terbaik untuk menyambut kedatangannya tak harus menunggu tua atau sakit, apalagi alasannya nanti setelah menikah baru beramal. Nah yang Ini alasan yang paling sering disampaiakan oleh perempuan yang ingin berhijab. Karena maut tak mengenal kita sudah berhijab atau belum, shalatnya sudah baik atau belum, dakwah lancar atau belum. Begitupun dengan amal-amal lainnya. Kalau sudah waktunya pulang, mau tidak mau, siap atau tidak siap, ya kita harus pulang.
Maros, 11 Desember 2017

Kamis, 30 November 2017

Semangat Literasi

Suasana pekan sastra oleh Balai Bahasa Sulsel di SPIDI Maros 
Literasi dan guru memiliki hubungan yang sangat kuat. Literasi menjadi nutrisi penting bagi guru yang notabenenya sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Guru adalah ujung tombak peradaban. Jika guru bermasalah di literasi, bagaimana bisa kita berharap lebih bahwa generasi pelanjut astafet bangsa akan aktif dalam dunia literasi.

Saat ini pemerintah lagi menggalakan literasi bagi dunia pendidikan. Bahkan untuk kurikulum 2013 literasi menjadi poin yang sangat diperhatikan. Pada setiap bimbingan teknis kurikulum 2013 yang diadakan selalu menekankan pentingnya literasi di dunia pendidikan.

Bukti lain keseriusan gerakan literasi ini adalah kegiatan beberapa pekan yang lalu di Sekolah Putri Darul Istiqamah, kabupaten Maros. Balai bahasa mengadakan kegiatan pekan sastra. Dari sambutan yang dipaparkan oleh ketua panitianya, saya menangkap bahwa kegiatan ini diadakan sebagia efek dari semangat literasi yang lagi digalakkan. Satu hal bahwa ini cukup serius ditumbuhkan karena anggaran yang dikeluarkan sangat besar. Balai bahasa tidak tanggung-tanggung dalam memberikan hadiah bagi peserta yang menang. Total 180 juta biaya pendidikan yang disediakan. Itu bukan angka yang sedikit. Selama ini saya mengikuti lomba sejak SD hingga hari ini saya mendampingi siswa mengikuti setiap even perlombaan, belum pernah saya menenmukan lomba dengan hadiah besar-besaran seperti ini. Dan yang lebih menggiurkan karena bukan hanya sampai juara tiga yang diberikan hadiah, tapi sampai harapan 7 atau juara 10. Untuk juara 10 saja hadiah yang didapatkan berupa uang tunai 1 juta rupiah. Betul-betul saya belum pernah menemukan lomba seperti ini. Padahal ini baru tingkat kabupaten. Bagaimana jika tingkat provinsi, belum lagi jika nasioanl.

Berarti memang literasi dianggap sangat penting dan serius ingin ditumbuhkan yang saat ini memang mulai meredup. Dengan perkembangan teknologi, generasi micin mulai  malas membaca. Jangankan menghasilkan karya yang baik dalam tulisan, membaca saja ogah-ogahan. Sementara untuk menulis kita kita butuh nutrisi ilmu yang didapatkan dari membaca. Generasi micin hanya sibuk dengan game-games terbaru. Jika ada games yang baru muncul, maka jangan sebut mereka ‘gaul’ jika belum mahir menggunakn games tersebut. Diminta membaca jadi malas. Bagaiman bisa suka membaca kalau saraf-saraf otaknya lebih sering digunakan untuk bermain games.

Besar harapan kita dengan gerakan literasi ini, generasi micin malas membaca bisa berkurang dan beralih menjadi generasi kutu buku yang tetap mengikuti perkembangan teknologi. Sekaligus aktif berkarya dengan tulisan-tulisan bermanfaat minus plagiat. 



Jumat, 27 Oktober 2017

Kebenaran

“Retorika tidak menjamin kebenaran atas apa yang disampaikan oleh seseorang, karena kebohonganpun bisa dipoles dengan retorika yang apik agar terlihat seperti kebenaran”
sumber gambar: https://assets-a1.kompasiana.com
Kebenaran itu tidak ditentukan dengan mahirnya si penyampai merangkai kata, pandainya ia beretorika atau lihainya memainkan alur berpikir kita. Karena kesalahanpun dapat dijelaskan dengan rangkaian kata yang terlihat indah, bisa dipoles dengan retorika yang nampak keren. Bisa pula ditunjukkan dengan keterampilan memainkan logika berpikir, agar kesalahan itu bisa terlihat seperti kebenaran. Namun harus diingat bahwa sejatinya, kesalahan tidak akan berubah jadi kebenaran begitupun sebaliknya meski keduanya saling bertukar kostum. Karena yang menentukan bukan tampilan fisik luarnya saja tapi kualitas isinya.
Jika kebenaran itu milik mereka yang pandai berkata-kata indah, maka kafir Quraisy adalah bangsa yang paling benar. Karena mereka terkenal mahir dalam bersyair. Tapi kenyataanya mereka bukan berada di pihak yang benar. Melainkan justru menolak kebenaran yang dibawa oleh utusan dari yang Maha benar. Jika yang benar adalah yang paling pandai beretorika dalam setiap orasinya, maka retorika Hitler tidak diragukan lagi. Namun faktanya, Hitler adalah pembantai kelas kakap yang sungguh tidak manusiawi.
Bukan hanya Hitler, berikut adalah beberapa kutipan ‘quote’ yang terdengar ‘keren’ dari para pembantai kelas dunia dikutip dari http://news.lewatmana.com/kata-kata-mutiara-dari-para-diktator-di-dunia/
“Mereka yang berhenti melakukan yang terbaik akan berhenti melakukan hal yang baik“ (Oliver Cromwell)
“Kata-kata dapat membangun sebuah jembatan di sebuah area yang tak pernah terekslorasi sebelumnya” (Adolf Hitle)
“Kekuatan yang sesungguhnya tidak perlu dibuktikan dengan banyaknya kepalsuan” (Charles Manson)
“Aku hanya percaya pada satu hal, yaitu kekuatan dari mereka yang punya keinginan kuat” (Joseph Stalin)
“Kehormatanku adalah kesetiaanku” (Heinrich Himler)

Tidak dipungkiri perpaduan aksaranya keren. Namun, kata-katanya tak sebijak perilakunya. 
Copyright © 2014 Rumah Baca